Peran Virtual Police Sebagai Upaya Pengawasan Pelanggaran Kebebasan Berpendapat Dalam Ruang Digital

Oleh: Kimiko Auguchiro Putri Samudra, Nabila Ishma Nurhabibah, Nabila Riska Febriyanti
Abstrak
Pada dasarnya, kebebasan berpendapat merupakan hak dasar yang dimiliki oleh setiap individu. Di Indonesia sendiri, kebebasan berpendapat berpedoman pada Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (UUD 1945). Seiring berkembangnya era digital, Indonesia mengeluarkan sebuah payung hukum yang mengatur bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik, yaitu dengan dikeluarkannya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Salah satu cakupan dalam UU ITE ini adalah pembatasan kebebasan berpendapat di ruang digital, seperti dilarangnya melakukan penghinaan dan pencemaran nama baik di ruang digital, hal ini tertuang dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Namun pasal tersebut dinilai kontroversial, karena kandungannya yang dapat menimbulkan multitafsir, sehingga muncul budaya saling lapor di tengah masyarakat dan menjadikan UU ITE sebagai kunci dalam menyelesaikan masalah. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, Kapolri Listyo Sigit Prabowo memberikan perintah kepada jajarannya untuk membentuk virtual police. Hal ini diatur dalam Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/2/11/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif (yang selanjutnya disebut SE Kapolri 2/11/2021). Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan UU ITE terhadap kebebasan berpendapat dalam ruang digital, serta peran virtual police menurut SE Kapolri 2/11/2021, jika ditinjau dari aturan kebebasan berpendapat dalam UU ITE.
Kata Kunci: Kebebasan Berpendapat, Polemik UU ITE, Virtual Police
Recommend0 recommendationsPublished in Cyber Law, Cybercrime
Responses